
Optimalisasi pemanfaatan limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) hasil pembakaran batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) saat ini terus didorong.
Limbah padat ini kini diakui sebagai bahan baku yang bernilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan di berbagai sektor, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
FABA, yang sebelumnya dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), kini telah ditetapkan sebagai limbah non-B3.
Hal ini membuka peluang pemanfaatan FABA secara luas untuk berbagai keperluan, seperti bahan konstruksi, paving block, dan material penguat jalan, yang dapat menghasilkan pendapatan signifikan bagi masyarakat.
Meskipun telah dikategorikan sebagai limbah non-B3, pengelolaan dan pemanfaatan FABA tetap harus memenuhi standar nasional yang ditetapkan pemerintah serta standar internasional, seperti Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).
Hal ini penting untuk memastikan bahwa pemanfaatan FABA berjalan secara aman, ramah lingkungan, dan sesuai regulasi.
Banyak negara telah sepakat bahwa FABA bukan lagi limbah berbahaya, dan Indonesia pun terus mengupayakan regulasi yang memungkinkan pengelolaannya dilakukan secara lebih fleksibel, masif, serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Saat ini, revisi persetujuan lingkungan untuk memastikan pemanfaatan FABA berjalan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku sedang diajukan.
Langkah ini diharapkan dapat memperluas penggunaan FABA di berbagai sektor sekaligus mendukung keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.
Pemanfaatan FABA menjadi salah satu bentuk kontribusi dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sekaligus menjadi peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan perekonomian melalui inovasi pemanfaatan limbah.