
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa ketahanan energi merupakan faktor utama dalam mewujudkan ketahanan pangan dan hilirisasi industri di Indonesia. Hal ini disampaikan Wakil Menteri ESDM, Yuliot, dalam Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemasok Energi, Batubara, dan Mineral Indonesia (Aspebindo) di Jakarta, Kamis (27/2/2025).
“Ketahanan energi adalah bagian dari ketahanan nasional yang tertuang dalam Asta Cita. Tanpa pasokan energi yang stabil, sulit bagi sektor lain untuk berkembang, termasuk ketahanan pangan dan hilirisasi yang saat ini menjadi prioritas pemerintah,” ujar Yuliot.
Menurutnya, keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan energi nasional harus terus dijaga. Saat ini, Indonesia masih menghadapi defisit minyak yang cukup besar. Pada 2024, kebutuhan minyak nasional mencapai 532 juta barel per tahun, sementara produksi dalam negeri hanya 212 juta barel, sehingga mengharuskan Indonesia mengimpor 313 juta barel. Kondisi ini menyebabkan kehilangan devisa negara hingga Rp523 triliun.
Untuk mengatasi ketergantungan impor dan meningkatkan produksi minyak dalam negeri, pemerintah menempuh berbagai langkah strategis, di antaranya:
✅ Reaktivasi sumur idle: Saat ini, terdapat 16.990 sumur idle, dengan 4.457 sumur berpotensi direaktivasi. Pada 2024, sebanyak 1.021 sumur telah diaktifkan kembali, menambah produksi sebesar 8.035 barel per hari. Tahun 2025, targetnya 1.006 sumur direaktivasi dengan potensi produksi 5.816 barel per hari.
✅ Eksplorasi potensi migas di Indonesia Timur: Kawasan ini memiliki cadangan energi yang belum tereksplorasi secara optimal.
✅ Pengembangan lapangan migas yang belum berproduksi: Pemerintah berencana mengoptimalkan 74 lapangan migas yang sudah memasuki tahap plan of development (POD) namun masih terkendala. Jika dapat segera berproduksi, lapangan ini diperkirakan mampu menyumbang 403 juta barel minyak dan 9,6 triliun kaki kubik gas bumi.
✅ Peningkatan produksi melalui undeveloped discovery: Potensi minyak dari sumber ini mencapai 2,86 miliar barel, sementara gas bumi mencapai 19 triliun kaki kubik.
Yuliot menegaskan, langkah-langkah ini akan memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan. “Dengan optimalisasi produksi dan efisiensi energi, kita bisa mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat kemandirian energi nasional,” tutupnya.