Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan duka cita mendalam atas bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera akibat cuaca ekstrem dalam beberapa hari terakhir. Pemerintah menegaskan bahwa penyelamatan warga dan pemulihan wilayah terdampak menjadi prioritas utama.
“Prioritas pemerintah saat ini adalah penanganan warga terdampak dan pemulihan wilayah,” ujar Plt. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Lana Saria, Sabtu (29/11) di Jakarta.
Badan Geologi memetakan bahwa bencana yang melanda **lima kabupaten Humbang Hasudutan, Agam, Mandailing Natal, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara**dipicu oleh tiga faktor utama. Faktor dominan adalah curah hujan kategori tinggi hingga ekstrem, diperparah dengan kondisi geomorfologi curam–sangat curam dan struktur batuan lapuk yang mudah tererosi.
Lana menegaskan bahwa upaya pencegahan bencana ke depan harus dimulai dari tingkat desa, melalui deteksi dini tanda longsor, penyiapan jalur evakuasi, dan revitalisasi vegetasi lereng. Di sisi lain, pengendalian tata guna lahan di zona rawan, termasuk pembatasan pembukaan lahan baru dan perbaikan drainase permukaan, menjadi langkah penting untuk menekan risiko.
Terkait longsor yang melanda dua kabupaten di Sumatera Utara, Lana menjelaskan bahwa sebagian besar lokasi kejadian berada di kawasan perbukitan curam dan sangat curam yang mengelilingi Kota Sibolga.
“Kota Sibolga secara umum berada pada zona potensi gerakan tanah menengah–tinggi, artinya wilayah ini memang rentan atau sering mengalami gerakan tanah,” jelasnya.
Penjelasan serupa datang dari Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, yang mengungkap bahwa rangkaian cuaca ekstrem dipicu oleh perkembangan Bibit Siklon Tropis 95B yang teridentifikasi sejak 21 November 2025 di perairan timur Aceh – Selat Malaka.
Analisis BMKG menemukan bahwa 95B memicu hujan lebat–ekstrem dan angin kencang di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan sekitarnya.
“Masyarakat di wilayah terdampak diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem. BMKG terus memantau intensitas 95B dan meminta stakeholder memastikan mitigasi berjalan maksimal,” ujarnya.
Tak hanya itu, BMKG juga mendeteksi kemunculan Meso Siklon Konvektif Kompleks (MCC) di Samudra Hindia barat Sumatra, yang berpotensi memicu bencana susulan, terutama di Mandailing Natal, Sumatera Utara, dan sebagian besar wilayah Sumatera Barat. MCC dikenal sebagai sistem badai petir berskala besar yang dapat membawa hujan sangat deras dalam durasi panjang, angin kencang, hingga hujan es.
Dengan intensitas cuaca ekstrem yang masih berlangsung, pemerintah dan seluruh lembaga terkait mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, memantau informasi resmi, dan segera mengungsi bila terjadi tanda-tanda bahaya.



