
Ekspor batu bara Indonesia ke dua negara tujuan utama, yaitu China dan India, mengalami penurunan. Kondisi ini terjadi karena kedua negara tersebut mulai meningkatkan kapasitas produksi batu baranya sendiri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengatakan pemerintah mendorong pelaku usaha untuk mencari pasar baru, khususnya di kawasan Asia yang masih memiliki permintaan besar.
“Kalau Eropa dan Amerika sudah menurun, jadi kita coba jajaki ASEAN. Misalnya ke Vietnam, Malaysia, Thailand, sampai Filipina,” kata Tri di Gedung DPR RI, Kamis (4/9/2025).
Meski ada upaya membuka pasar baru, Tri mengakui bahwa realisasi ekspor batu bara 2025 tetap lebih rendah dibandingkan proyeksi maupun capaian tahun sebelumnya.
Laporan terbaru Energy Shift Institute (ESI) juga menyebut, ekspor batu bara Indonesia berpotensi terus tertekan dalam beberapa tahun ke depan. Penyebabnya, tren penggunaan energi bersih di negara tujuan utama semakin menguat.
Hazel Ilango, peneliti dari ESI, menegaskan bahwa permintaan batu bara Indonesia menghadapi pergeseran struktural. Di China, permintaan listrik baru memang terus meningkat, tetapi pertumbuhan pembangkit berbasis batu bara sudah melambat sejak awal 2010-an. Bahkan, pada 2024, energi bersih menyumbang 81 persen dari tambahan kebutuhan listrik di negara tersebut.
Tren serupa juga mulai terlihat di India, meski lebih lambat. Sekitar dua pertiga kebutuhan listrik baru masih dipenuhi dari batu bara, namun pergeseran ke energi terbarukan makin terasa.
Jika tren ini berlanjut, para analis menilai ekspor batu bara Indonesia bisa stagnan, bahkan turun dalam jangka panjang.