Harga batu bara kembali terjun bebas. Di tengah derasnya tekanan global, komoditas hitam ini belum menemukan pijakan untuk bangkit. Harga batu bara kembali melemah 0,67% ke posisi US$ 110,65 per ton.
Pelemahan tersebut sekaligus memperpanjang tren negatif selama dua hari beruntun anjlok total 1,7%.
Lesunya pasar batubara kali ini bukan tanpa alasan. Gelombang sentimen negatif datang bertubi-tubi dari India, Amerika Serikat, hingga China, menyapu pasar energi dunia.
🇮🇳 India Lesu, Permintaan Batu Bara Anjlok
Di India, produksi dan pengiriman batu bara turun untuk bulan kedua berturut-turut sepanjang Oktober.
Data Kementerian Batu Bara menunjukkan:
- Produksi anjlok 8,5% YoY menjadi 77,43 juta ton,
- Pengiriman turun hampir 5% YoY menjadi 80,44 juta ton,
- Konsumsi listrik merosot 6% YoY.
Permintaan pembangkit listrik berbasis batu bara juga makin landai. Dampaknya, kebutuhan kereta untuk distribusi batu bara merosot tajam, baik untuk industri maupun sektor kelistrikan.
Siklus pelemahan ini bahkan tak hanya terjadi di musim monsun seperti tren historis, tetapi bertahan sepanjang 2025 menunjukkan gejala penurunan konsumsi energi yang tak biasa.
🇺🇸 Amerika Serikat Hentikan Terminal Batu Bara
Dari AS, kabar buruk datang dari Superior, Wisconsin. Terminal batu bara yang telah beroperasi hampir 50 tahun akan resmi ditutup tahun depan.
Langkah ini merupakan dampak dari berkurangnya pengiriman batu bara akibat percepatan transisi energi bersih.
Penutupan terminal akan berdampak pada 56 karyawan, namun mereka dijanjikan kesempatan relokasi pekerjaan dalam perusahaan.
Terminal tersebut sempat mencatat rekor pemuatan 22 juta short ton pada 2008, namun kini volumenya ambruk 75% dari masa keemasan.
🇨🇳 China Kirim Sinyal Keras: Hydropower Melejit, Impor Batu Bara Melemah
China konsumen batu bara terbesar dunia juga memberi tekanan baru ke pasar global.
Pada Oktober 2025:
- Output listrik hydropower melonjak 28,2% YoY hingga 135,13 miliar kWh.
Dengan pembangkit air bekerja pada kapasitas tinggi, ketergantungan China pada batu bara menyusut signifikan.
Data Sxcoal menunjukkan utilitas listrik di China:
- menahan pembelian,
- menurunkan tender impor,
- mulai memilih batu bara kualitas tinggi dan meninggalkan batu bara low CV termasuk yang banyak diekspor dari Indonesia.
Dampaknya jelas: harga batu bara low CV makin tertekan, margin produsen menipis, ekspor menuju China rawan berkurang.
⏳ Apa Artinya untuk Indonesia?
Dengan India melambat, AS menghentikan terminal batu bara, dan China agresif mempercepat energi bersih, pasar batu bara global memasuki fase “triple pressure”.
Jika tren ini berlanjut, industri batu bara Indonesia harus bersiap menghadapi harga rendah yang lebih lama, persaingan lebih ketat, dan risiko penurunan volume ekspor.
Katalis positif?
Belum terlihat dalam waktu dekat.



