Dunia pertambangan nasional memasuki babak baru. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025, pemerintah resmi membuka pintu prioritas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) bagi koperasi serta pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Dengan kebijakan ini, tambang bukan lagi “mainan” korporasi besar saja UMKM kini bisa ikut menikmati kue tambang secara resmi dan legal.
Yang paling mencuri perhatian, beleid terbaru tersebut menyebut koperasi dan UKM bisa mendapatkan jatah lahan tambang hingga 2.500 hektare. Kuota prioritas ini berlaku untuk komoditas batu bara dan mineral logam, dua sektor bernilai ekonomi tinggi di industri pertambangan.
🔍 Tidak hanya WIUP, ada bonus waktu menggiurkan
Setelah memperoleh WIUP, koperasi dan pelaku UKM wajib mengajukan izin usaha pertambangan (IUP) untuk bisa beroperasi. Durasi izinnya pun bukan kaleng-kaleng:
⏳ Masa IUP maksimal 20 tahun untuk batu bara dan mineral logam.
Bukan cuma itu pemerintah juga memberikan insentif jangka panjang. IUP dapat diperpanjang hingga tambahan 20 tahun, dengan mekanisme dua kali perpanjangan @10 tahun. Artinya, satu WIUP berpotensi beroperasi total sampai 40 tahun bila memenuhi persyaratan.
📝 Syaratnya ketat, tapi masih masuk akal
Untuk mendapatkan IUP setelah WIUP, koperasi dan UKM wajib mengajukan permohonan ke Kementerian ESDM melalui sistem OSS. Ada empat kategori persyaratan yang harus dipenuhi:
1️⃣ Administratif
• Surat permohonan
• Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan cakupan pertambangan batu bara/mineral logam
• Susunan pengurus dan keanggotaan (khusus koperasi)
2️⃣ Teknis
• Daftar tenaga kerja pertambangan
• Surat pernyataan kepemilikan ahli pertambangan/geologi berpengalaman
3️⃣ Lingkungan
• Surat pernyataan kesanggupan mematuhi aturan perlindungan & pengelolaan lingkungan hidup
4️⃣ Finansial
• Bukti jaminan kesungguhan eksplorasi
• Bukti pembayaran kompensasi data informasi
• Surat keterangan fiskal sesuai aturan perpajakan
📌 Sinyal kuat dari negara: tambang bukan hanya untuk pemain besar
Kebijakan ini menandai perubahan paradigma besar di dunia minerba Indonesia. Pemerintah ingin menggandeng pelaku lokal, bukan hanya mengandalkan perusahaan tambang raksasa. Dengan adanya skema prioritas WIUP hingga 2.500 hektare, koperasi dan UKM berpeluang naik kelas dari pengusaha mikro, menjadi pemain mineral dan batu bara nasional.
Namun para analis mengingatkan, sektor tambang bukan sekadar soal izin. Pengelolaan lingkungan, manajemen keselamatan, dan tata kelola keuangan akan menentukan apakah koperasi/UKM benar-benar mampu bertahan di industri berisiko tinggi ini.
Kebijakan ini pun diyakini dapat menjadi stimulus ekonomi daerah, sekaligus memperkuat pemberdayaan masyarakat lokal bila dijalankan dengan tata kelola yang baik.
Pintu tambang sudah terbuka kini tinggal siapa yang siap melangkah.



