
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, kembali menyoroti persoalan ketimpangan akses listrik di Indonesia. Dalam sambutannya pada acara Energi dan Mineral Festival 2025, Rabu (30/7), ia mengungkap bahwa masih terdapat 5.700 desa dan 4.400 dusun yang belum menikmati penerangan listrik.
Angka tersebut, menurut Bahlil, merupakan hasil dari kunjungan kerjanya ke berbagai wilayah pedalaman seperti Papua dan Sulawesi. Temuan ini menjadi pengingat bahwa pemerataan akses energi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa, terutama di kawasan rural dan pulau-pulau kecil yang belum tersentuh infrastruktur kelistrikan memadai.
“Apa yang kita lakukan ini adalah investasi besar, bukan hanya soal listrik, tapi tentang keadilan bagi seluruh anak bangsa,” tegas Bahlil dalam pidatonya.
Menteri ESDM menegaskan bahwa listrik bukan sekadar alat penerangan, melainkan kunci fundamental untuk pembangunan sektor lainnya, termasuk pendidikan di era digital. Ia menyoroti kondisi banyak sekolah di desa yang kesulitan menjalankan proses belajar berbasis teknologi karena belum teraliri listrik.
“Kalau listriknya nggak ada, bagaimana kita bicara tentang edukasi digitalisasi di tingkat sekolah?” katanya.
“Di desa-desa itu tiap kampung minimal punya satu sekolah. Jadi ini bukan soal lampu, tapi soal masa depan anak-anak Indonesia.”
Untuk mempercepat proses elektrifikasi, Kementerian ESDM menggandeng Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) guna merancang strategi terintegrasi. Bahlil menyebutkan bahwa langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, yang ingin agar tidak ada lagi generasi yang tumbuh tanpa akses energi.
“Cukuplah saya yang sekolah dulu tanpa listrik,” ujar Bahlil, menambahkan bahwa ini bukan sekadar nostalgia, tetapi panggilan untuk memperbaiki masa depan.
Rencana besar tersebut tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, yang menargetkan penambahan kapasitas pembangkit nasional sebesar 69,5 gigawatt (GW). Menariknya, 76% kapasitas pembangkit berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) dan storage—model yang dinilai paling efektif menjangkau daerah-daerah terpencil.
Dari total kapasitas tersebut, sekitar 42,6 GW bersumber dari EBT, seperti tenaga surya, air, dan angin, serta 10,3 GW dari penyimpanan energi (storage). Hal ini dinilai sebagai solusi ideal untuk wilayah-wilayah tanpa jaringan kelistrikan konvensional, karena sistemnya dapat bersifat mandiri dan skalabel.
Lebih lanjut, sebanyak 67% proyek prioritas dalam agenda hilirisasi dan ketahanan energi juga diprioritaskan di luar Pulau Jawa, sebagai bagian dari strategi pemerataan pembangunan nasional.