Indonesia menyimpan potensi energi panas bumi yang sangat besar diperkirakan mencapai 23.742 Megawatt (MW). Namun, baru sekitar 2.744 MW yang sudah dimanfaatkan sebagai kapasitas terpasang listrik panas bumi. Posisi ini membuat Indonesia menjadi negara dengan kapasitas listrik geothermal terbesar kedua di dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat yang memiliki kapasitas sekitar 3.937 MW.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan dalam acara pembukaan Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025 di Jakarta, Rabu (17/9), bahwa baru sekitar 10 persen potensi panas bumi yang dikelola. Artinya, masih ada 90 persen cadangan belum disentuh.
Karena itu, pemerintah bakal segera membuka lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) sebagai langkah konkret untuk mempercepat eksplorasi dan pemanfaatan. Kebijakan ini juga didorong oleh arahan Presiden Prabowo Subianto agar regulasi dipermudah dan waktu pembuatan izin dipersingkat.
Untuk mendukung itu, Kementerian ESDM sudah memperkenalkan platform digital bernama Genesis, yang akan menjadi media untuk lelang WKP dan mempermudah proses perizinan.
Bahlil juga menyebutkan bahwa regulasi yang terlalu berbelit sering menjadi penghambat besar bagi investor panas bumi. Karena itu, pemangkasan regulasi menjadi prioritas.
Selain itu, pemerintah menyiapkan rencana besar melalui RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2025-2034, termasuk pembangunan 48.000 kilometer sirkuit (jaringan transmisi) agar listrik dari sumber panas bumi dapat tersalurkan ke wilayah yang membutuhkan. Transmisi ini dianggap krusial karena banyak wilayah potensial panas bumi yang belum terhubung ke jaringan listrik utama.
Pada event IIGCE 2025, terjadi penandatanganan 7 nota kesepahaman baik di bidang pendidikan dan capacity building, maupun kerja sama komersial antar perusahaan BUMN, swasta nasional, dan luar negeri. Kesepakatan tersebut meliputi pembangunan proyek geothermal dengan kapasitas 265 MW dan total investasi sekitar USD 1,5 miliar (setara ~Rp 25 triliun).

