
Harga batu bara dunia terus meroket, didorong oleh proyeksi lonjakan permintaan energi menjelang puncak musim panas di belahan bumi utara. Pada perdagangan Rabu (9/7/2025), harga batu bara tercatat naik 1,16% dan ditutup di level US$ 112,9 per ton, menurut data Refinitiv.
Kenaikan ini memperpanjang tren positif komoditas energi tersebut selama dua hari berturut-turut, dengan total kenaikan mencapai 2,9%. Lonjakan permintaan jangka pendek dari sektor pembangkit listrik di negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, China, Pakistan, dan Bangladesh menjadi pemicu utama pergerakan harga.
Negara-negara di Eropa seperti Inggris, Jerman, Prancis, Spanyol, Italia, Yunani, hingga Polandia juga tengah bersiap menghadapi musim panas yang berlangsung dari Juni hingga September. Permintaan listrik biasanya melonjak pada periode ini, seiring meningkatnya penggunaan pendingin udara (AC).
Namun, di balik euforia kenaikan harga, tantangan tetap mengintai pasar batu bara global. Pasokan di dua negara konsumen terbesar India dan China masih tinggi, yang menyebabkan aktivitas pembelian tertahan meski harga sempat rendah.
“India saat ini memasuki musim hujan lebih awal, sehingga pengisian ulang waduk meningkat. Ini mengurangi ketergantungan terhadap batu bara karena pembangkit listrik tenaga air mulai mendominasi pasokan listrik,” demikian analisis pasar yang dikutip CNBC Indonesia dari laporan MarineLink.
Sementara itu, gelombang panas ekstrem di beberapa wilayah China diperkirakan akan mendongkrak konsumsi listrik secara signifikan, terutama untuk kebutuhan rumah tangga dan industri pendingin.
Analis pengiriman dari BIMCO, Filipe Gouveia, mengungkapkan bahwa dalam jangka menengah, lonjakan permintaan bisa terjadi saat cuaca ekstrem atau ketika pasokan energi dari sumber terbarukan melemah.
“Pengiriman batu bara ke negara berkembang di Asia Selatan dan Asia Tenggara mungkin akan terus tumbuh. Tapi, secara global, tren pengiriman cenderung menurun seiring transisi energi dan menurunnya permintaan baja,” ujar Gouveia.
Kondisi ini menandai titik tarik-menarik antara kebutuhan energi jangka pendek dan arah jangka panjang menuju dekarbonisasi. Meski harga batu bara saat ini menguat, pelaku pasar tetap mencermati dinamika pasokan, cuaca, serta kebijakan energi di berbagai negara.