Malam di perbukitan kering Sumba Timur dulu identik dengan temaram. Saat matahari tenggelam, rumah-rumah warga tenggelam dalam gelap, anak-anak belajar di bawah cahaya pelita, dan banyak usaha kecil terhenti karena tak ada listrik. Tapi kini, pemandangan itu berubah total. 🌙💡
Rabu (29/10), semangat baru menyala di Desa Wairara, Kecamatan Mahu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Sebuah acara sederhana di kantor kecamatan menandai peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Wairara, bagian dari program “Merdeka dari Kegelapan” yang digagas oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
PLTMH Wairara yang memanfaatkan aliran Sungai Pakuhuay ini punya kapasitas 128 kW, mampu menyalurkan listrik ke 105 sambungan mulai dari rumah warga, sekolah, puskesmas, kantor desa, hingga rumah ibadah.
“Kami para guru sangat bersyukur. Sekarang anak-anak bisa belajar malam hari, dan kami bisa mengenalkan mereka pada dunia luar, bukan cuma Sumba Timur,” ujar Agus, guru sekaligus warga Wairara, dengan mata berbinar.
Sebelum ada PLTMH, warga Wairara bergantung pada PLTD yang menghabiskan 62 ribu liter BBM per tahun. Biaya tinggi dan pasokan terbatas membuat listrik hanya menyala beberapa jam saja setiap hari.
Kini, dengan tenaga air mikro, biaya produksi listrik turun drastis jadi sekitar USD0,03 per kWh, dan bisa menyala 24 jam nonstop!
“Kalau dulu pakai diesel, satu liter bisa sampai 20 ribu rupiah di lokasi. Sekarang tanpa BBM, listriknya stabil dan berkesinambungan,” ungkap Wakil Menteri ESDM Yuliot saat meresmikan PLTMH tersebut.
Lebih keren lagi, PLTMH Wairara dikelola langsung oleh BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), jadi warga sendiri yang menjaga, merawat, dan memastikan keberlanjutan listrik di kampungnya.
Bagi Yuliot, PLTMH bukan cuma soal lampu yang menyala. Ini soal kesempatan ekonomi baru. Dengan listrik yang stabil, pengrajin tenun ikat kini bisa menenun hingga malam, anak-anak bisa ikut kelas tambahan malam hari, dan usaha rumahan seperti kuliner dan sablon mulai bermunculan.
“Akses energi bersih ini bukan hanya soal terang, tapi membuka peluang ekonomi baru. Wairara menjadi desa pertama di kawasan ini yang benar-benar merdeka dari kegelapan,” tegas Yuliot.
Kisah serupa juga datang dari Pegunungan Arfak, Papua Barat, lewat proyek PLTMH Anggi. Bagi Nasmila Doan Sibae, seorang ibu di sana, listrik bukan sekadar kebutuhan, tapi jendela bagi masa depan anak-anaknya.
“Kami ibu-ibu bisa bantu anak belajar di rumah malam hari. Kalau tak ada listrik, kami tak bisa ajarkan mereka tentang dunia di luar sini,” ujarnya haru.
PLTMH Anggi tahap I dan II merupakan langkah strategis Kementerian ESDM menjadikan Pegunungan Arfak sebagai kabupaten pertama di Indonesia yang 100% listriknya dari energi bersih.

