PT Bukit Asam (PT BA) tancap gas memperkuat strategi hilirisasi batubara untuk meningkatkan nilai tambah sekaligus mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap ekspor batubara mentah. Langkah ini menjadi kunci agar industri batubara tetap relevan di era transisi energi global dan mampu menciptakan manfaat ekonomi yang jauh lebih besar bagi negara.
Salah satu proyek andalan yang disiapkan PT BA adalah produksi Dimethyl Ether (DME) bahan bakar gas alternatif pengganti LPG. Jika terealisasi penuh, DME bakal menjadi game-changer sektor energi karena berpotensi mengurangi impor LPG hingga 1 juta ton per tahun, memperkuat ketahanan energi nasional, sekaligus membuka lapangan kerja baru.
Tak hanya sampai di situ. Hilirisasi batubara juga dibidik untuk menghasilkan produk turunan bernilai tinggi seperti methanol, formaldehida, hingga asam asetat yang dibutuhkan industri resin, plastik, dan petrokimia. Dari sisi keekonomian, nilai produk turunan DME diperkirakan mencapai USD 660–880 juta per tahun angka yang sangat menggoda di tengah perlambatan pasar batubara global.
Meski potensinya besar, perjalanan menuju hilirisasi bukan tanpa batu sandungan. Tantangan teknologi, kebutuhan investasi jumbo, dan regulasi masih jadi PR besar agar proyek ini bisa berjalan ngebut. Contohnya, proyek DME yang sempat dikerjakan dalam konsorsium bersama Air Products pada 2020 akhirnya tertunda karena persoalan keekonomian.
Kini PT BA bergerak realistis: hilirisasi tetap wajib, tetapi perlu dukungan kebijakan pemerintah yang konkret. Insentif fiskal, tax holiday hingga 20 tahun, kemudahan perizinan, hingga pembebasan bea masuk dinilai jadi kunci agar proyek DME mencapai Final Investment Decision (FID).
Dengan cadangan batubara 6,8 miliar ton, PT BA punya fondasi kuat untuk mengubah “emas hitam” menjadi produk industri energi bernilai tambah tinggi. Perusahaan ini sebelumnya juga sudah mengelola investasi raksasa, termasuk proyek pembangunan jalur kereta Babaranjang dan pelabuhan angkutan batubara bersama Bank Dunia pada 1980-an dan tetap sehat hingga hari ini.
Karena itu banyak pihak meyakini, hilirisasi batubara bukan hanya strategi bisnis, tetapi jalan menuju kemandirian energi nasional.
Dengan sinergi antara pemerintah, investor, dan pelaku industri, proyek hilirisasi tak hanya berpeluang meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga menjadi teladan bahwa sumber daya alam Indonesia bisa dikelola lebih cerdas, lebih berkelanjutan, dan bernilai tambah tinggi.



