
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melakukan kunjungan kerja ke galangan kapal Wison New Energies di Kota Nantong, Rabu (13/8/2025) waktu setempat. Kunjungan ini untuk meninjau langsung pembangunan Floating Liquefied Natural Gas (FLNG) raksasa yang akan ditempatkan di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Fasilitas ini disebut-sebut akan menjadi FLNG pertama di Indonesia sekaligus yang kesembilan di dunia, dengan kapasitas produksi mencapai 1,2 juta metrik ton LNG per tahun. Pembangunannya menelan investasi sekitar USD 963 juta dan ditargetkan selesai pada kuartal I-2027, sebelum mulai beroperasi di Papua Barat pada kuartal II–III tahun yang sama.
“Fasilitas LNG Terapung ini diperkirakan selesai pada awal 2027, dan akan mulai berproduksi di Papua Barat beberapa bulan setelahnya,” ujar Bahlil saat berada di Nantong.
FLNG ini akan mengolah gas dari Lapangan Asap Kido Merah (AKM) di Kabupaten Teluk Bintuni yang dioperasikan Genting Oil Kasuri Limited. Proyek AKM diproyeksikan menghasilkan 330 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) mulai 2027, sebagian untuk kebutuhan domestik dan sebagian diekspor.
Kunjungan ke Tiongkok ini merupakan tindak lanjut dari inspeksi Bahlil ke lapangan AKM pada Juni 2025 lalu. Saat itu, ia menegaskan pentingnya memastikan progres pembangunan fasilitas yang disebut sebagai FLNG terbesar di Indonesia.
“Kami akan memvalidasi progresnya. Tim akan saya kirim ke pabrik di Tiongkok untuk memastikan pengerjaannya berjalan sesuai rencana,” kata Bahlil kala itu di Teluk Bintuni.
Pembangunan FLNG ini berawal dari kesepakatan yang ditandatangani pada Juni 2024 antara Genting Group melalui PT Layar Nusantara Gas dan Wison New Energies. Galangan kapal Wison Nantong Yard yang mengerjakan proyek ini telah beroperasi sejak 2006 di Kawasan Industri Teknologi Tinggi Nantong, Provinsi Jiangsu, sekitar 135 km dari Shanghai.
Fasilitas tersebut memiliki kapasitas produksi hingga lima unit per tahun dan mengkhususkan diri pada pembuatan struktur terapung, tangki LNG tipe SPB, serta menyediakan layanan EPCIC (Engineering, Procurement, Construction, Installation, Commissioning). Selain FLNG, mereka juga membangun kapal pengangkut LNG, FSRP (Floating Storage Regasification Power barge), dan berbagai modul industri berkapasitas besar untuk pasar global.
Kehadiran FLNG Teluk Bintuni diharapkan tidak hanya meningkatkan produksi LNG nasional, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di pasar energi global. Dengan kapasitasnya, fasilitas ini mampu menjadi penopang ekspor sekaligus menjamin pasokan domestik, khususnya untuk kawasan timur Indonesia.
“Ini bukan hanya proyek LNG, tapi investasi strategis yang membawa dampak ekonomi, membuka lapangan kerja, dan memperkuat ketahanan energi kita,” tegas Bahlil.