
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa swasembada energi dan hilirisasi menjadi misi utama dalam pembangunan energi nasional saat ini. Kedua strategi ini dinilai penting untuk meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional.
Hal ini disampaikan Bahlil saat meresmikan Migas Corner di Gedung Rektorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Kamis (17/7).
“Sebagai Menteri ESDM, saya ingin menekankan bahwa pembangunan energi nasional hari ini mengusung misi besar: swasembada energi dan hilirisasi,” ujar Bahlil.
Strategi Pemerintah: Dari Sumur Migas hingga Energi Terbarukan
Dalam paparannya, Bahlil menyebut sejumlah langkah konkret yang tengah dilakukan pemerintah untuk mendukung misi tersebut. Antara lain:
- Reaktivasi sumur-sumur migas idle
- Pembangunan infrastruktur gas
- Hilirisasi sektor mineral dan batubara (minerba)
- Percepatan transisi energi melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan inovasi teknologi
Kampus dan Mahasiswa Jadi Kunci Transformasi Energi
Menteri Bahlil juga menekankan peran penting dunia kampus dalam proses transformasi energi nasional.
“Peran kampus dan mahasiswa sangat penting. Mahasiswa adalah agen perubahan menuju kemandirian energi dan kedaulatan sumber daya alam,” ujarnya.
Hilirisasi: Tinggalkan Ekspor Bahan Mentah
Bahlil mengingatkan pentingnya meninggalkan pola lama ekspor bahan mentah. Hilirisasi, menurutnya, adalah proses strategis untuk mengolah bahan mentah di dalam negeri hingga menjadi barang jadi bernilai tinggi.
“Jangan lagi kirim bahan mentah. Nilai tambahnya justru dinikmati negara lain. Kalau seperti itu, apa bedanya kita dengan zaman VOC?” tegasnya.
Ia menyebut selama ini banyak negara bergantung pada Indonesia sebagai pemasok bahan baku untuk industri mereka. Kini saatnya, kata Bahlil, Indonesia memproses sendiri komoditasnya dan menuai nilai tambah di dalam negeri.
Indonesia Masuk Produsen Baterai Terbesar Dunia
Sebagai contoh sukses hilirisasi, Bahlil memaparkan perkembangan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia. Saat ini, Indonesia menjadi produsen baterai terbesar kedua di dunia setelah China, dengan nilai investasi mencapai USD 20 miliar.
“Bulan November nanti ada lagi investasi USD 100 miliar atau sekitar Rp1.600 triliun. Dari China dan Korea, kita bangun fasilitas senilai USD 8 miliar untuk olah nikel jadi cell battery. Presiden Prabowo bahkan meminta sampai jadi mobil listrik,” ungkapnya.