
Pemerintah Indonesia kian serius mengejar kemandirian energi nasional demi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat ketahanan negara. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, menegaskan komitmen tersebut dalam Sarasehan Nasional bertema energi yang digelar KataData Indonesia di Jakarta, Selasa (8/7).
Dalam forum strategis tersebut, Yuliot menyampaikan bahwa kemandirian di sektor energi bukan sekadar ambisi ekonomi, melainkan bagian dari pertahanan negara. “Kalau dilihat dari sisi kebijakan, sesuai dengan prioritas program nasional, untuk memantapkan ketahanan nasional, termasuk keamanan negara, maka harus dilakukan kemandirian di bidang energi,” tegasnya.
Yuliot juga menyoroti tiga pilar penting dalam strategi energi nasional, yakni swasembada energi, pengembangan ekonomi hijau, serta keberlanjutan program hilirisasi sumber daya alam.
Tantangan Berat: Dari Konflik Global hingga Ketergantungan Impor
Meski roadmap telah disiapkan, Yuliot mengakui sektor energi nasional masih dihantui berbagai tantangan. Mulai dari pemerataan akses energi ke pelosok negeri, ketidakpastian geopolitik akibat konflik di negara produsen energi, hingga tingginya ketergantungan Indonesia pada energi impor.
“Beban fiskal yang besar, subsidi energi yang tinggi, serta target ambisius bauran EBT 23 persen pada 2025 dan Net Zero Emission pada 2060 juga menjadi tantangan yang tidak bisa dianggap ringan,” imbuhnya.
Strategi Besar: Migas, Listrik, dan Energi Terbarukan
Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah meluncurkan berbagai strategi konkret. Di sektor minyak dan gas bumi (migas), Indonesia menargetkan lifting minyak sebesar 1 juta barel per hari dan gas mencapai 12 miliar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada tahun 2030. Guna menunjang distribusi energi, pembangunan infrastruktur pipa gas terus dikebut—di antaranya pipa Cirebon–Semarang (Cisem) sepanjang 325 km dan Duri–Sei Mangke (Dusem) sepanjang 555 km.
Sementara di sektor kelistrikan, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang telah disahkan menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), jaringan transmisi 47.758 kilometer sirkuit, serta gardu induk berkekuatan total 107.950 Mega Volt Ampere (MVA).
Pemerintah juga mempercepat pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), termasuk penguatan program mandatori biodiesel. Mulai 2025, mandatori B40 (campuran 40% biodiesel dalam solar) akan diterapkan secara nasional, disusul target B50 pada 2026.
“Selain memperkuat ketahanan energi, program biodiesel ini juga menciptakan peluang kerja baru dan menggerakkan ekonomi di sektor hulu,” jelas Yuliot.
Hingga 2034, Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 42,6 GW. Evaluasi kesiapan industri dan pasokan bahan baku terus dilakukan untuk menjamin keberlanjutan program ini.
Energi untuk Rakyat
Lebih dari sekadar data dan target, agenda besar ini dimaksudkan untuk menghadirkan energi yang terjangkau dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia. “Kita ingin energi menjadi alat untuk memajukan bangsa, bukan justru menjadi beban. Maka kemandirian energi adalah keharusan,” pungkas Yuliot.
Dengan langkah strategis yang semakin konkret dan kolaboratif, Indonesia optimis menatap masa depan energi yang lebih mandiri, hijau, dan inklusif.