
Setelah sempat terpuruk akibat kelebihan pasokan global yang dipicu oleh dua konsumen utama yakni India dan China, harga batu bara dunia perlahan mulai menunjukkan tren pemulihan. Harga komoditas yang dijuluki “emas hitam” ini tercatat mencapai USD 112,5 per ton pada 2 Juli 2025, seiring investor yang kembali mempertimbangkan dampak kelebihan pasokan terhadap pasar.
Peningkatan ini terjadi di tengah rencana China untuk menaikkan produksi batu bara domestik sebesar 1,5% menjadi 4,82 miliar ton pada 2025, menyusul produksi rekor yang dicapai pada 2024. Produksi dalam negeri Negeri Tirai Bambu bahkan tercatat naik 4% pada Mei 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dampaknya terasa langsung pada pergerakan harga batu bara Newcastle. Untuk kontrak pengiriman Juli 2025, harga naik sebesar USD 0,75 menjadi USD 111 per ton. Sementara untuk kontrak Agustus, harga meningkat USD 0,6 menjadi USD 113,5 per ton. Adapun kontrak September 2025 diperkirakan naik lagi USD 0,5 menjadi USD 114,6 per ton.
Kondisi ini membawa angin segar bagi sektor pertambangan batu bara, khususnya di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim), yang selama ini menjadi salah satu pusat produksi batu bara nasional. Dengan membaiknya harga, geliat ekonomi di daerah penghasil pun diperkirakan akan ikut terdongkrak.
Kenaikan harga juga tercermin pada penetapan Harga Batu Bara Acuan (HBA) periode pertama Juli 2025 oleh pemerintah, yang naik sebesar USD 8,74 atau setara 8,86 persen dibandingkan HBA periode kedua Juni 2025 yang berada di angka USD 98,61 per ton.
Pemulihan harga batu bara ini diharapkan menjadi momentum bagi sektor energi dan pertambangan untuk kembali tumbuh, serta mendorong pemulihan ekonomi nasional secara keseluruhan.