
Di saat Indonesia masih mengandalkan tambang batubara terbuka (open pit) dan sebagian kecil tambang bawah tanah seperti di Sawahlunto, Sumatera Barat, Jepang sudah melangkah lebih jauh dengan mengeksekusi penambangan batubara bawah laut sejak dekade 1950-an. Salah satu proyek tambang bawah laut paling ikonik adalah Tambang Ikeshima di Prefektur Nagasaki.
Tambang Bawah Laut Pertama di Dunia, Skala dan Teknologi Maju
Pulau Ikeshima, yang berjarak sekitar 7 kilometer di lepas pantai Semenanjung Nishisonogi, memiliki luas hanya 0,86 km², namun menjadi rumah bagi cadangan batubara tertambang teoritis sekitar 1,7 miliar ton, dengan cadangan terbukti sebesar 270 juta ton.
Kawasan ini memiliki 70 konsesi tambang seluas 35.500 hektare, menjadikannya salah satu proyek tambang batubara bawah laut terbesar dan paling kompleks di dunia pada masanya.
Dari sisi geologi, pulau ini berada di atas batuan kuarter dan andesit zaman Neogen, dengan formasi pembawa batubara terletak pada lapisan atas formasi Matsushima. Lapisan batubara utama di antaranya adalah lapisan 18 shaku (atas dan bawah), lapisan 3 shaku, dan 4 shaku, dengan jurus lapisan yang landai antara 1–10 derajat.
Metode Modern: Longwall Retreat System di Bawah Laut
Tambang Ikeshima menggunakan metode penambangan bawah tanah dengan sistem longwall retreat, di mana permukaan kerja sepanjang 100–180 meter didukung peralatan canggih seperti:
- IS-14 shield type self-advancing support
- Drum cutter DR-900 bertenaga multi-motor 3300V
- Double ranging drum cutter DR-500
- AFC 225kw x 2
- Sistem pengangkutan dan jalan udara sepanjang 400–1000 meter
Teknologi ini memungkinkan ekstraksi batubara di bawah dasar laut dengan stabilitas tinggi dan efisiensi maksimal sesuatu yang belum pernah dicoba di Indonesia hingga hari ini.
Alih Teknologi ke Indonesia: 27 Negara Pernah Belajar di Ikeshima
Meskipun tambang ini resmi ditutup, situs Ikeshima kini telah dialihfungsikan menjadi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tambang Batubara Bawah Tanah, yang hingga kini telah meluluskan lebih dari 420 peserta dari 27 negara, termasuk Indonesia, Tiongkok, dan Filipina.
Salah satu momen penting adalah kunjungan rombongan Kementerian ESDM RI yang dipimpin oleh Irwan Bahar, Kepala Badiklat ESDM saat itu, pada 19 Januari 2009. Rombongan tidak hanya meninjau fasilitas pelatihan permukaan dan bawah tanah, tetapi juga berdialog langsung dengan peserta pelatihan dari berbagai negara.
Penambangan Bawah Laut: Peluang atau Tantangan bagi Indonesia?
Hingga kini, Indonesia belum memiliki tambang batubara bawah laut, meski memiliki potensi geologis di beberapa wilayah pesisir. Salah satu hambatannya adalah keterbatasan infrastruktur teknologi serta risiko lingkungan dan keselamatan yang tinggi. Namun, sejarah Ikeshima membuktikan bahwa dengan perencanaan matang, tambang bawah laut dapat menjadi bagian dari solusi energi berkelanjutan asalkan dijalankan secara bertanggung jawab.