
Dalam empat hari terakhir, harga batu bara global melesat tajam, menembus rekor tertinggi sejak 5 September lalu. Harga batu bara tercatat mencapai US$ 107,9 per ton, naik 1,27% pada perdagangan Kamis (18/9/2025). Penguatan harga batu bara ini mencatatkan kenaikan 7,15% selama empat hari berturut-turut, memperpanjang tren positif yang menghebohkan pasar komoditas.
China, Pemain Kunci di Balik Lonjakan Harga Batu Bara
Lonjakan harga batu bara ini tak lepas dari faktor penting: China. Sebagai negara pengimpor dan produsen batu bara terbesar di dunia, lonjakan impor batu bara termal laut oleh China membantu harga batu bara pulih setelah sebelumnya sempat tertekan. Pada September 2025, China diperkirakan akan mengimpor 27,41 juta metrik ton batu bara, yang memperpanjang tren kenaikan impor yang dimulai sejak Agustus 2025, ketika impor tercatat mencapai 28,68 juta ton—tertinggi sejak Desember 2024.
Impor harian pada September juga menunjukkan angka yang solid, mencapai 914.000 ton, meski sedikit lebih rendah dari 925.000 ton yang tercatat pada Agustus. Peningkatan impor ini didorong oleh berkurangnya produksi batu bara domestik China akibat inspeksi keselamatan tambang yang ketat. Produksi batu bara China pada Agustus 2025 tercatat 390,5 juta ton, turun 3% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.
Kebutuhan Listrik Tertinggi Meningkatkan Permintaan Batu Bara
Peningkatan permintaan listrik berbasis batu bara di China juga menjadi salah satu pendorong utama lonjakan harga. Pada Agustus 2025, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di China menghasilkan 627,4 miliar kilowatt jam (kWh), naik 2% dibandingkan tahun lalu. Lonjakan ini dipicu oleh musim panas terpanas dalam sejarah yang memicu penggunaan pendingin ruangan secara masif. Selain itu, produksi tenaga air juga menurun 10% pada Agustus karena kekeringan yang melanda beberapa wilayah.
Namun, meski ada lonjakan permintaan batu bara, ada kekhawatiran bahwa tren ini mungkin hanya sementara. China mulai mengalihkan fokus pada energi terbarukan, terutama tenaga surya, yang terus berkembang pesat. Pada paruh pertama 2025, kapasitas tenaga surya China bertambah sebesar 212 gigawatt (GW), lebih dari dua kali lipat laju tahun sebelumnya. Total kapasitas tenaga surya baru pada 2025 diperkirakan akan melampaui 300 GW, yang bisa mengurangi ketergantungan pada batu bara dalam pembangkit listrik.
Batu Bara Indonesia dan Australia Ikut Terpengaruh
Indonesia dan Australia, dua pemain utama dalam pasar batu bara global, juga merasakan dampak dari pergerakan harga batu bara ini. Batu bara Indonesia dengan kadar energi 4.200 kcal/kg, misalnya, tercatat naik menjadi US$ 42,62 per ton pada pekan yang berakhir 12 September, naik 5,3% dari titik terendah empat tahun sebelumnya. Sementara itu, batu bara Australia dengan kadar energi 5.500 kcal/kg naik menjadi US$ 69,60 per ton, mencatatkan kenaikan 5,9% dari titik terendah pada Juni lalu.
Apakah Lonjakan Impor Batu Bara China Bisa Bertahan?
Pertanyaan besar yang kini mengemuka adalah apakah lonjakan impor batu bara China ini akan berlanjut. Banyak yang memperkirakan bahwa meskipun produksi batu bara domestik China mungkin tetap terhambat oleh inspeksi keselamatan tambang, energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin akan terus mengurangi pangsa pasar batu bara, terutama pada musim transisi permintaan listrik antara puncak musim panas dan musim dingin.
Impor Batu Bara Vietnam Justru Terjun Bebas
Berbeda dengan China, Vietnam mencatatkan penurunan impor batu bara yang cukup signifikan. Impor batu bara Vietnam anjlok hingga 4,3 juta ton pada Agustus, turun hampir 20% dibandingkan bulan sebelumnya, dan turun 45% secara tahunan. Nilai impor batu bara Vietnam juga mengalami penurunan tajam, yakni US$ 376,8 juta, turun lebih dari 20% dibandingkan bulan sebelumnya.