
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengingatkan para pelaku usaha batu bara agar tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga memikirkan keberlanjutan pasokan energi nasional untuk generasi mendatang.
Peringatan ini disampaikan Bahlil mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir batu bara termal terbesar dunia, terutama untuk kebutuhan pembangkit listrik. Namun, ia menyoroti bahwa Indonesia kerap tak berdaya mengikuti fluktuasi harga pasar global.
“Indonesia eksportir batu bara (untuk) listrik, 45% dunia berasal dari Indonesia. Begitu harga turun, kita tidak bisa apa-apa. Permintaan sedikit, barangnya banyak,” ujar Bahlil dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Sektor ESDM Semester I-2025, Selasa (12/8).
Ia menegaskan, pemerintah akan melakukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tanpa pandang bulu demi menjaga stabilitas pasokan. “Akan ada pajak yang baik, dan pengusaha untung pun baik. Jangan dimaknai hanya untuk lima tahun saja, ini untuk anak cucu kita. Kita harus kelola hati-hati,” tegasnya.
Produksi Semester I Baru Capai 48,34% Target Tahunan
Bahlil memaparkan, realisasi produksi batu bara nasional pada semester I-2025 mencapai 357,6 juta ton, atau 48,34% dari target tahunan sebesar 739,67 juta ton.
Dari total produksi tersebut:
- 238 juta ton (66,5%) diekspor ke pasar luar negeri,
- 104,6 juta ton (29%) dialokasikan untuk pasar domestik melalui kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik, smelter, dan industri lainnya,
- Sekitar 15 juta ton disimpan sebagai stok.
Cadangan Cukup untuk 45 Tahun ke Depan
Berdasarkan Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Nasional 2025, cadangan batu bara Indonesia per akhir 2024 tercatat 31,95 miliar ton. Jumlah ini terdiri dari cadangan terkira sebesar 14,418 miliar ton dan cadangan terbukti sebesar 17,536 miliar ton.
Dengan asumsi produksi stabil di 700 juta ton per tahun dan tanpa penemuan cadangan baru, ketersediaan batu bara diperkirakan cukup untuk 45 tahun ke depan.
Tekanan Harga Global Jadi Tantangan
Fluktuasi harga batu bara dunia, yang saat ini berada di kisaran USD 112 per ton (harga acuan Newcastle per 11 Agustus 2025), membuat Indonesia harus lebih hati-hati dalam mengatur produksi dan ekspor. Penurunan harga yang berkepanjangan berpotensi menggerus pendapatan negara sekaligus mempengaruhi rencana investasi di sektor energi.
Bahlil menegaskan bahwa strategi pengelolaan yang hati-hati adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara keuntungan ekonomi, ketahanan energi, dan keberlanjutan lingkungan.