
Meski menghadapi tekanan global, batu bara tetap menjadi tulang punggung ekspor energi Indonesia. Namun, tren terbaru menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam volume ekspor dan permintaan domestik yang memaksa pelaku industri untuk mencari strategi baru.
📉 Penurunan Ekspor dan Permintaan
Menurut laporan Reuters terbitan 29 Juli 2025, ekspor batu bara Indonesia turun 12,6% hingga pertengahan tahun dibanding periode sama tahun lalu. Ekspor ke pengimpor terbesar, China, merosot hingga 30%, dipicu oleh tingginya produksi lokal dan preferensi terhadap batu bara berkualitas lebih tinggi.
Sektor domestik pun tak lepas dari goncangan. Permintaan dari industri pemurnian nikel mengalami penurunan seiring dengan kelebihan kapasitas dan turunnya harga nikel. Akibatnya, ekspansi konsumsi batu bara yang semula dipicu oleh industri ini diprediksi mencapai puncak pada 2026, mencapai sekitar 84,2 juta ton, lalu akan mulai menurun pada 2027.
💸 Tekanan Ekonomi dan Strategi Bertahan Industri
Volume ekspor yang menurun serta pelemahan permintaan lokal menekan margin keuntungan produsen seperti Bayan Resources dan PT Bukit Asam, seiring naiknya biaya operasional dan meningkatnya royalti pemerintah. Harga saham emiten batu bara juga turun antara 1% hingga 18% pada 2025.
Sebagai respons, industri batu bara mulai berupaya melakukan diversifikasi. Beberapa perusahaan mempertimbangkan investasi hilirisasi ke gas sintetis, energi terbarukan, serta opsi diversifikasi usaha baru. Namun, langkah-langkah konkret sejauh ini masih terbatas dan perlahan berkembang.
🔍 Mengapa Batu Bara Masih Jadi Tulang Punggung?
- Pada 2024, batubara menjadi kontributor ekspor terbesar Indonesia, dengan nilai mencapai US$ 30,49 miliar .
- meskipun terlihat melambat, Indonesia tetap mempertahankan kuota produksi konservatif di 740 juta ton pada 2025, turun dari produksi nyata 835 juta ton pada 2024.
- Pemerintah mulai membahas penerapan bea keluar untuk batu bara sebagai upaya menambah penerimaan negara, terutama saat harga batu bara tinggi.
Batu bara masih menjadi komoditas andalan Indonesia, namun industri ini sedang menghadapi tantangan serius dari sisi permintaan & harga. Ekspor ke China melemah, permintaan domestik dari sektor smelter menurun, dan munculnya tekanan regulasi serta biaya yang meningkat, memaksa pelaku usaha energi batu bara untuk beradaptasi dan merencanakan transformasi bisnis di tengah masa transisi energi global.