
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meyakini bahwa permintaan batu bara Indonesia tidak akan mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun ke depan, meskipun Bank Dunia memprediksi konsumsi batu bara global akan mulai menyusut pada 2025 dan semakin tajam pada 2026.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, menyatakan bahwa proyeksi Bank Dunia ini justru menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk mengelola batu bara secara lebih strategis.
“Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) serta sesuai dengan visi Presiden Prabowo Subianto, produksi batu bara Indonesia akan lebih difokuskan untuk kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu,” ujar Julian.
Fokus Pemenuhan Kebutuhan Domestik
Julian menjelaskan bahwa produksi batu bara Indonesia ke depan akan difokuskan untuk ketahanan energi nasional, terutama untuk sektor kelistrikan, industri smelter, dan hilirisasi batu bara. Setelah kebutuhan domestik terpenuhi, kelebihan produksi baru akan dialokasikan untuk ekspor.
Pada 2024, Kementerian ESDM menargetkan produksi batu bara nasional sebesar 710 juta ton, dengan realisasi hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 800 juta ton.
Sementara itu, target produksi pada 2025 naik menjadi 740 juta ton, dengan alokasi 240 juta ton untuk kebutuhan domestik dan 500 juta ton untuk ekspor. Namun, pada 2026, produksi diproyeksikan turun menjadi 728 juta ton, dengan ekspor menyusut menjadi 480 juta ton dan konsumsi domestik meningkat menjadi 248 juta ton.
Tantangan dari Proyeksi Bank Dunia
Dalam laporan Commodity Markets Outlook, Bank Dunia memperkirakan konsumsi batu bara global akan mencapai puncaknya pada 2024 sebelum mengalami penurunan. Penyebabnya adalah peralihan ke energi baru terbarukan (EBT) dan gas alam di China, Eropa, dan Amerika Serikat.
Meski begitu, permintaan batu bara di India dan China masih cukup tinggi tahun ini, sehingga dapat mengimbangi penurunan dari Eropa. Jika proyeksi ini benar, maka 2024 akan menjadi tonggak penting dalam transisi energi global.
Menurut data Statista, China menjadi konsumen batu bara terbesar di dunia dengan konsumsi 91,94 exajoules pada 2023, diikuti oleh India (21,98 exajoules) dan AS (8,2 exajoules).
Meskipun ada potensi perubahan di pasar global, Indonesia tetap optimistis dapat menjaga stabilitas permintaan batu bara, terutama dengan strategi pemenuhan kebutuhan domestik yang semakin diperkuat.